Laman

Senin, 27 Mei 2013

PURI MERPATI


“Pada akhirnya; kau akan memahami bahwa ada hati yang tak dapat dimiliki, sekeras apapun mencoba mengejarnya. Dan ada hati yang sekuat tenaga ingin kau singkirkan dan sakiti, namun ia tak jua pergi dari hidup kita. Itulah yang dinamakan jodoh. Ia hadir dalam bentuk yang kadang tidak kau inginkan. Tapi percayalah, ialah sebaik-baik yang dikirimkan Tuhan bagi hidup dan matimu. Titah yang harus kau jalani. Sepenuh jiwa raga.”
“Berhentilah meracau!” Bentakku.
Wanita itu menoleh ke arahku. Namanya Puri Merpati. Ia gila, setidaknya begitulah kata orang. Mereka bilang ia dahulu seorang bintang panggung. Seorang pemain ketoprak idola banyak lelaki.Ia bak putri yang dipuja. Lalu menikah dengan seorang pangeran tampan kaya raya. Namun lelaki itu ternyata hanya membuatnya sakit hati dan gila.
Ia tinggal di bilik kecil di belakang rumahku. Entah sejak kapan.
“Makanlah, kusuapi.” Kataku, datar, seperti biasa.
Ia tersenyum, tapi tampak seperti menyeringai bagiku. Kupandang wajahnya, masih pucat bak vampire. Matanya pun masih selayu kemarin, bibirnya kering seperti telah bertahun-tahun tak menyentuh air.
Ia kembali berpuisi, mengulangi kata-katanya tadi. Pelan-pelan kusuapkan nasi berlauk ikan bawal goreng ke mulutnya. Kadang kurasa ia tak gila. Kata-katanya tak pernah hadir tanpa makna bagiku. Ia seperti sangat memahami kegundahanku. Termasuk kegelisahanku karena Hanun menolak lamaranku.
“Ba... Gus...” Ia mengeja namaku. Aku memandangnya. Mulutnya seperti hendak mengatakan sesuatu.
“Makanlah saja.” Ujarku.  Aku tak ingin mendengar kata-katanya lagi. Sudah cukup buatku melihatnya terengah bersuara.
Nafasnya selalu terlihat tersengal saat berbicara. Mungkin ia mengidap penyakit paru atau sejenisnya. Atau bisa juga itu akibat kebiasaan tidurnya yang sangat sedikit. Selama ia tinggal di belakang rumahku, sejauh yang kuingat, hanya sekitar dua-tiga jam tak terdengar aktivitas dari bilik kecil di sebelah gudang itu, yang bermakna ia sedang tidur.
Aku segera keluar dari bilik itu setelah selesai memberinya makan dan membersihkan badannya. “Kau sudah selesai?” Tanya ayah yang telah menunggu di teras samping rumah. Dua cangkir kopi, sekaleng biskuit, dan koran di atas meja. Aku hanya mengangguk seraya mendekatinya.
“Kau tak kan bisa menikah bila ia terus ada di sini.” Kalimat Ayah terasa dingin. Kontras dengan kopi panas yang baru saja mengaliri tenggorokanku.
“Aku akan terus mengurusnya walaupun semua gadis yang kucintai tak dapat menerimanya.” Kataku. Air mataku nyaris mengalir.
“Kau terlalu peduli padanya.” Ujar Ayah, masih sedingin sebelumnya.
Terang saja, kata hatiku. Karena ia adalah ibuku.

Jumat, 24 Mei 2013

Cita-Cita Alfan (2)

Ingin Jadi Chef

Cita-cita anak selalu berubah sesuai dengan perkembangan usia dan daya nalar anak. Anda dapat memberi contoh agar anak mau mengembangkan imajinasi dirinya atau mengidentifikasikan dirinya jika sudah dewasa ingin menjadi apa drinya. (Rames Sulaiman)

Setelah ingin jadi operator alat berat, kali ini apa yaa?




Alfan memang “berbeda” dari teman sebayanya. Bila teman sebayanya di lingkungan kampung kami akan menjawab menjadi dokter, guru, tentara, atau polisi. Alfan seringkali memberikan jawaban mengejutkan bila orang lain bertanya hendak jadi apa ia kelak. Seperti siang itu, ketika seorang anak tetangga bercerita bahwa kelak ia akan jadi tentara yang gagah dan keren (lingkungan rumah Akung berada di belakang koramil dan anak-anak biasa bermain di lapangan bulu tangkis di sebelah koramil); Alfan dengan lantang menjawab: “Aku mau jadi Chef.” Dan ibu-ibu yang “mengawal” putra-putri mereka bermain tertawa serentak.
“Chef? Mengapa tidak? It’s a good profession. Cita-cita yang bagus.” Kata suami saya ketika saya lapor pada beliau. Saya pikir juga begitu. Tapi... Mengapa banyak yang bilang kebiasaan dan cita-cita Alfan patut “dipertanyakan” kelayakannya ya?
Well. Sejak usia setahun dan pindah ke kontrakan, jagoan saya memang sering saya ajak masuk dapur bila saya sedang memasak. Hingga hari ini, hal yang paling menyenangkan adalah ketika berada di dapur bersamanya. Seru dan beraneka rasa. Apalagi kalau dia sudah mulai ribut mau masak dengan “resep”nya sendiri dan minta “jatah” sayuran, lauk, tepung, dan bumbu yang sama dengan yang saya olah. Belanja dobel deeeehhhh... :p
Daaannn..... Tahu tak program favorit Alfan di televisi? Acara promo perabot masak. Wew. Kebayang dong gimana kedernya emaknya setiap kali nonton tivi diharuskan menyaksikan promo perabot masak yang itu-itu saja di stasiun tivi yang itu-itu juga. :D Yaaah, boleh lah.... Daripada anak saya jadi pecandu sinetron, mending jadi penggemar iklan wajan, panci, blender, pisau dan kawan-kawannya. Hihihihii... :p
Bagi saya, hobi memasak bagi anak laki-laki itu unik, dan patut dilestarikan. Mengapa tidak? Dapur bukan hanya area ibu-ibu dan remaja putri saja kan? Anak-anak, laki maupun perempuan, juga boleh kan? Meski seringkali ia hanya memasak puding dan sejenisnya, oke-lah buat ukuran anak seumurnya. Bumbu dapur, lumayan hafal. Alat dapur, apa lagi...
Sekarang... Di usianya yang lima tahun lebih seminggu, Alfan sudah bisa membuat pan cake sendiri (Sayang ya, pan cake-nya lupa nggak difoto, keburu habis. Hehe). Tentu dengan arahan Umminya yang chef amatiran ini. :p

Dan ketika beberapa minggu yang lalu saya mengeluhkan kompor gas warisan jaman baheula itu sudah rusak sebelah tungkunya. Alfan berkata: “Besok, kalau Adik sudah jadi Chef, Adik belikan Ummi kompor gas yang bagus ya. Yang tungkunya tiga, biar bisa buat manggang ayam.” Wow. Senangnyaaa.... semoga kelak tidak lupa ya sayaaang...
So, menjadi Chef? Why not?

Selasa, 21 Mei 2013

Mendung di Suatu Pagi



Lihatlah, langitpun mendung. Seperti ikut berkabung atas matinya satu cinta dalam dua hati yang lelah saling menopang di atas terjal jalan berduri. Cinta antara engkau dan dia.
Lihatlah, engkau pun lelah. Penat berjalan sekian tahun tanpa kejelasan. Digantung dalam batas jurang antara cinta dan benci yang kini semakin terlihat samar oleh kelam. Nanar matamu menatap jalanan di depan yang semakin gelap oleh pekatnya mendung. Kemudian hujan pun mulai turun. Menderas. Mengguyur hatimu yang semula telah dingin, kini membeku.
Pukul setengah sepuluh pagi, namun kau rasa seperti subuh hari. Matahari sembunyi entah ke mana. Mendung menciptakan kelam. Hatimu pun suram. Meskipun memang telah lama benda di dalam dadamu itu tak lagi disinari cinta. Diam-diam kau menyukuri turunnya hujan yang menutupi air mata yang tak berhenti meleleh di pipimu yang ranum memerah oleh hawa dingin. Kulit putihmu semakin terlihat pucat dan berkerut tergerus air.
“Umurku tak panjang, Nis. Bersabarlah sebentar.” Kalimat itu telah bertahun-tahun menemanimu. Dan kata maut yang ia lantunkan dalam setiap pintanya itu tak jua terwujud meski telah beribu kali pula kau aminkan. Dan kau semakin lelah menunggu. Dengan hati yang setiap hari disakiti. Dengan teriakan, celaan, hinaan. Hatimu semakin membenci, namun juga tak bisa berhenti mencintai.
“Biarkan aku pergi!” Katamu suatu hari.
“Tidak, aku tak bisa!” Jawabnya.
“Perlukah aku membunuhmu? Aku lelah disakiti!” Matamu dingin menatapnya. Seperti tak pernah ada cinta berbinar di sana.
Ia diam. Tak menjawabmu. Tak jua beranjak dari hadapanmu. Sampai beberapa jam kemudian ia tetap diam terduduk di depanmu yang berbaring tak bergerak di atas ranjang. Memar dan lebam di mata kirimu. Sekujur kulit putihmu ternoda beberapa bagiannya oleh luka yang ia ciptakan dalam kemarahan. Beberapa kali ia menggumamkan kata-kata yang kau tak ingin pahami maknanya. Air mata mengalir tanpa kau minta, seperti ia tak kan habis terkuras.
Hari itu masih terus terkenang, dan terulang. Cambuk, tampar, pukul, dera, cela, umpat, berlanjut. Dan hatimu semakin ingin berontak, namun jasadmu tetap terdiam disisinya seperti terikat pada suatu sumpah yang tak boleh kau langgar.
Kadang orang bertanya, untuk apa kau lakukan semua itu. Bukankah telah sekian lama ia dan perempuan lain yang dicintainya merenggut kehidupan ceriamu? Dan kau hanya diam, hanya air mata yang menjawab tanya mereka.
“Kau mengidap Syndroma Stockholm!” Ujarku suatu hari, bertahun-tahun yang lalu, ketika pertama kali kubertemu denganmu. Dan kau hanya tersenyum, meski jelas terlihat ada getir membayang dalam senyum itu.
Hujan semakin deras. Kau masih berjalan di setapak yang kini berlumpur. Langit berangsur memutih setelah memuntahkan jutaan galon air dalam kantung awan yang tadi pekat terlihat dari permukaan bumi yang kau pijak. Kau terus berjalan, entah hendak kemana.
Tiba-tiba angin bertiup sangat kencang. Mengusik dedahanan di tepian setapak yang kau lewati. Kau terus berjalan. Tatap matamu kosong. Yang meleleh di pipimu itu, entah air mata atau hujan, aku tak tahu. Kulit putihmu semakin memucat. Terlihat kau mulai menyilangkan tanganmu di depan dada pertanda dingin telah menggerus ketegaran yang kau pamerkan sedari tadi.
“Anissa!” Teriakku ketika sedahan angsana jatuh hampir mengenaimu. Kau berhenti, menengok, mencari asal suara yang memanggilmu.
Tenggorokanku tercekat. Aku menahan nafas, sembunyikan wajahku di tepi bejana. Seperti maling yang hampir saja ketahuan mencuri di rumah majikannya. Konyolnya, jelas-jelas kutahu kau takkan mampu melihatku. Matamu nanar membelalak, mencari asal suaraku. Aku terdiam dan terus memandangmu dari tempatku berada.
Aku menanti kau mengatakan sesuatu setelah mendengar suaraku. Matamu terlihat memerah, semerah pipimu yang terpapar dingin bercampur amarah. Namun kau kembali terdiam, menyilangkan tanganmu di depan dada, dan berjalan. Ke arah mana, aku tak tahu.
“Sayang, kamu di mana?” Suaranya terdengar memanggil.
“Aku sudah mencari Anissa ke sekitar rumah, tapi tak ketemu!” Suaranya setengah berteriak. Ia ada di ruang tamu. Langkahnya terdengar mendekat ke kamar.
      “Sialan! Ia benar-benar membuatku kesal. Beraninya ia melarikan diri. Dasar perempuan tak tahu diuntung. Sudah berbaik hati aku masih menampungnya di sini. Kalau aku mau, sudah bertahun-tahun yang lalu kuceraikan dan kuusir perempuan cengeng sialan itu!”
“Apa kekuatan cenayangmu betul-betul telah hilang? Sampai-sampai kau tak mampu melihat ke mana ia pergi.”
Kalimat-kalimatnya meluncur berganti-ganti. Aku hanya terdiam. Menutup bejana yang berisi bayanganmu, dan mematikan lilin agar hilang mantraku. Pergilah, Anissa. Pergilah yang jauh. Bebaskan dirimu dari belenggu cintamu. Darinya yang selama bertahun-tahun menyiksamu. Juga dariku, perempuan lain itu.  

Minggu, 12 Mei 2013

Hadiah Kuisku yang Pertama

Sore kemarin, saat sedang sibuk menyiapkan berkat untuk jamaah tahlil tiga harian Nenek, seorang pria tidak dikenal bertanya arah rumah saya, pada saya sendiri. :p
Ternyata kurir ekspedisi, mengantar paket hadiah dari IIDN-Interaktif untuk kuis menulis Puisi untuk Kartini yang saya ikuti bulan April yang lalu, dengan mengirimkan sebuah puisi berjudul Mengapa Kartini?
Senangnyaaa... Seumur-umur baru kali ini menang kuis. Xixixii...
Bingkisan langsung saya bawa masuk kamar dan saya buka. Lalu tata di lantai dan jepret-jepret foto sebentar, kemudian saya bawa ke ruang tamu dan langsung diserbu saudara-saudara setelah selesai menata hidangan. Terima kasih jeng Nunu El-fasa, Teh Indari Mastuti, terima kasih IIDN.
Bingkisan dari IIDN

Hmmm... Masih menunggu satu kiriman lagi yang belum sampai di rumah, hasil iseng ikutan kuis menulis 3 paragraf pendek dengan kata yang tak lazim digunakan, di grup PATP. Semoga segera sampai juga. :D

Minggu, 05 Mei 2013

Tips Mempersiapkan Siswa dalam Lomba Mendongeng



Beberapa tahun mengabdi sebagai guru Bahasa Inggris disebuah SMP, dalam beberapa kesempatan saya dituntut untuk membimbing siswa dalam persiapan lomba-lomba dan pementasan, salah satunya lomba mendongeng/story telling. Di sinilah kreatifitas untuk menyadur dongeng sangat dibutuhkan. Tak cukup hanya menguasai materi pengajaran dan mempraktekkannya, seorang guru Bahasa Inggris juga dituntut untuk mampu menulis, esai maupun fiksi (esai dibutuhkan ketika membuat teks pidato). Tak cukup lagi hanya menulis atau menyadur, seorang guru Bahasa Inggris harus kreatif dan ‘cerdas’ dalam menyadur. Bagaimana memoles suatu cerita yang minim dialog menjadi menarik untuk dibawakan siswa sekaligus dapat mengeksplorasi kemampuan mereka untuk bisa berimprovisasi, bagaimana menyadur cerita menggunakan bahasa yang mudah mereka mengerti, hingga menjadi pengarah gaya dan pembawaan mereka dalam bercerita menjadi hal yang wajib dikuasai oleh seorang guru Bahasa Inggris.
Alhamdulillah, sedikit ilmu yang saya dapatkan dari Teater Madu dan nasib baik masuk ke Jurusan Bahasa dan Sastra semasa sekolah di MAN 2 Bojonegoro dulu sangat membantu tugas-tugas saya sebagai guru Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia (mantan ^_^) dan Seni Budaya. Sedikit pengalaman selama tiga tahun bekerja di lembaga kursus Smile’n Smart English for Kids juga turut mengajarkan saya bagaimana membawakan sebuah dongeng yang eye catching bagi pemirsa.
saat siswa latihan

Bukan bermaksud menggurui, tapi kata Bapak saya, "Bagikan ilmu yang sedikit, agar jadi banyak." Maka pagi ini saya ingin berbagi sedikit ilmu tentang bagaimana mempersiapkan siswa untuk menghadapi lomba mendongeng.

Langkah 1
Siapkan Teks
Tips 1
Ikuti Petunjuk Teknis
Carilah dongeng sesuai yang diminta panitia
Dalam lomba tingkat kabupaten, biasanya juknis lomba menentukan cerita harus berupa cerita lokal yang bernafas kedaerahan, maka pilihlah satu atau beberapa cerita rakyat yang terdapat di daerah masing-masing sekolah. Susahnya, cerita rakyat lokal seringkali tak tertulis dan simpang siur alurnya. Disinilah kreatifitas kita dibutuhkan. Menulis, menyusun, menerjemahkan ke dalam Bahasa Inggris yang menarik namun mudah untuk dipahami siswa, wajib dilakukan.
Namun bila panitia hanya menentukan dongeng yang dibawakan harus lokal, tanpa mengikut sertakan syarat dongeng bernafas kedaerahan, itu maknanya dongeng dari daerah manapun di Indonesia boleh diangkat. Googling? Silakan. Namun hati-hati, sebuah cerita terkenal tak menjamin menarik untuk dibawakan. Sebuah dongeng akan jadi menarik bila terdapat cukup dialog dan konflik di dalamnya. Dialog dan konflik sangat diperlukan untuk mengeksplorasi kemampuan siswa dalam membawakan cerita.
Beberapa jenis lomba, seperti FLS2N (Festival Lomba SeniSiswa Nasional) menuntut peserta untuk mampu membawakan dua dongeng sekaligus, satu lokal dan satu internasional. Pilihlah dongeng yang cukup mudah dibawakan namun tak mengurangi nilai estetik maupun bobot kualitasnya agar siswa tak merasa kesulitan ketika menghafalkan dongeng tersebut.

Tips 2
Sadur dengan Cerdas
Sifat dasar Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris sangatlah berbeda. Beberapa kalimat dalam Bahasa Inggris tak bisa serta merta diterjemahkan secara leksikal ke dalam Bahasa Inggris. Perlu pengkajian lebih lanjut tentang sudah benar dan pantas atau belumkah sebuat kalimat itu disusun menurut kaidah tata Bahasa Inggris. Sebagai contoh: penggunaan kalimat pasif dalam Bahasa Indonesia mungkin sangat disahkan, tetapi kalimat pasif dalam Bahasa Indonesia itu menjadi sangat tidak efektif ketika diterjemahkan dalam bentuk pasif pula. Maka carilah sebuah ungkapan yang mewakili kalimat tersebut dan memenuhi kaidah tata Bahasa Inggris. Pintar-pintarlah menyadur dan menerjemahkan, orang bijak mengatakan:
“Seorang dokter yang Malapraktik hanya akan membunuh satu pasien, tetapi seorang guru yang Malapraktik dapat menghancurkan satu generasi.”

Tips 3
Perhatikan Durasi
Durasi dongeng dalam lomba biasanya berkisar antara 6–8 menit. Durasi ini sudah termasuk prolog dan epilog. Maka pilihlah dongeng yang cukup singkat namun menarik. Lebih baik membuat sebuah dongeng yang singkat dan memberi cukup waktu untuk siswa mengimprovisasi cerita dengan gerakan dan peragaan, menggunakan jeda yang cukup, daripada sebuah dongeng panjang yang pada akhirnya susah untuk dieksplorasi karena dikejar durasi.

Tips 4
Tekankan pada Dialog
Mendongeng bukan berpidato, sebuah dongeng yang baik memiliki dialog agar menarik. Perubahan suara pendongeng menjadi daya tarik tersendiri bagi pemirsa. Karena itu, pandai-pandailah membuat dialog yang menarik dan menuntut perubahan suara, mimik, dan menuntut pendongeng untuk banyak bergerak memperagakan isi dongeng.
Ciptakan konflik dalam dialog. Pilih konflik yang menggelegar dan menuntut pendongeng untuk mengubah mimik dan suara dalam hitungan detik. Dengan begitu siswa akan terpacu untuk lebih mengeksplorasi kemampuan dirinya dalam berdongeng.
“Be creative and imaginative to create a more creative and imaginative generation”.

Tips 5 
Buatlah Prolog dan Epilog yang Ceria dan Menarik
Sesuaikan dengan usia siswa. Usia SD, SMP, dan SMA sederajat adalah usia dimana keceriaan menjadi daya tarik tersendiri. Seorang siswa yang membawakan prolog dan epilog yang baik dan ceria dapat memperoleh perhatian ekstra dari penonton dan juri. Di sinilah seorang guru dituntut untuk dapat menyusun proplog dan epilog yang menarik.

Tips 6
Sertakan Rujukan
Banyak dongeng internasional yang anonim, namun tak sedikit pula yang merupakan trademark pengarang tertentu. Dongeng-dongeng karya Hans Christian Anderson, misalnya. Silakan menyadur dongeng-dongeng dari manapun, namun jangan pernah lupa sebutkan nama pengarang aslinya bila memang nama pengarangnya diketahui. Bukan untuk gaya-gayaan atau sejenisnya, sekedar mengingatkan, melatih diri sendiri dan siswa untuk menghargai karya orang lain adalah bagian dari pendidikan karakter. Insyaallah bermanfaat untuk diri kita sendiri agar karya kita lebih dihargai orang lain.

Langkah 2
Siapkan Siswa
Tips 7
Silakan Mengeksplorasi Kemampuan Siswa
Membiarkan siswa menyusun sendiri dongeng yang akan dibawakan? Sah-sah saja. Justru sangat baik dan sangat dianjurkan, selain melatih kreativititas siswa, membantu mereka untuk cepat hafal karena teks adalah hasil susunan sendiri, juga sangat meringankan tugas kita. ^_^
Namun lagi-lagi, tak boleh lantas duduk diam menyerahkan segalanya pada mereka, peran guru sebagai editor teks dan pengarah gaya masih sangat dibutuhkan.
Bebaskan siswa untuk berekspresi dan bereksplorasi, sebebas mungkin. Biarkan mereka menjadi aktor, eksekutor dongeng yang mereka bawakan. Pengarahan hanya dibutuhkan bila ada yang kurang, tak boleh mengurangi yang lebih.

Tips 8
Jadilah Pengarah Gaya yang Baik
Akan jadi sangat sangat lucu bila kita menuntut siswa untuk melakukan ini dan itu namun tak mau atau enggan memberi contoh. Berikan contoh bila memang diperlukan. Ingat: “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Di Depan Menjadi Panutan.” Seorang guru tak boleh mengajar bila tak bisa mempraktekkan apa yang diajar. Itu hukum pasti! ^_^

Tips 8
Pujilah, Maka Kita Akan Dapatkan Lebih
Sifat dasar anak-anak adalah cenderung berbuat lebih bila dipuji. Overacting? Sah-sah saja. Pujilah, maka kita akan mendapati mereka lebih mengeksplorasi diri. Jangan sekali-kali merendahkan. Bila ada yang kurang, sampaikan dengan bahasa kritik yang membangun, mendorong mereka untuk berbuat lebih. Jangan sampaikan kritik dengan nada mengejek, apalagi mem-bully. :#

Tips 9
Jangan Pelit. ^_^
Jangan lupa beri snack saat latihan agar mereka lebih besemangat dan beri penghargaan setelah lomba walau mereka tak dapat juara. Hargai prosesnya, jangan hanya menekankan hasilnya. ^_^

Tips 10
Siapkan Properti
Properti untuk lomba sangat penting. Seringkali tak mempengaruhi penilaian sih, namun bisa mempermudah pembawaan dongeng. Kostum, alat-alat, boneka atau boneka tangan bila perlu. Jangan lupa juga arahkan siswa bagaimana untuk menggunakannya dengan maksimal.

Langkah 3
Siapkan “Backing”

Tips 11
Pandai-Pandai “Merayu” Stake-holder atau Sponsor
Tak bisa dipungkiri, kenyamanan dan keterjaminan peserta lomba dan pembina sangat mempengaruhi kinerja. Diakui atau tidak, peserta dan pembina pasti bersemangat bila reward yang diberikan baik dan layak. Jangan hanya membicarakan funding, funding memang sangat penting tapi bukan yang utama. Yang lebih penting dari funding adalah dukungan kepala sekolah dan pihak-pihak lain di sekolah atas usaha yang sedang kita perjuangkan. Taruhlah sebuah contoh, berangkat lomba dengan diantarkan langsung oleh kepala sekolah atau pihak yang mewakili dengan menggunakan kendaraan pribadi/sewa yang nyaman dan dibawa makan di restoran yang nyaman pula tentu akan lebih terasa nyeeesssss di hati daripada diberi uang saku yang lumayan banyak namun dilepaskan bergitu saja, apalagi bila uang saku yangdiberikan terhitung kecil. Berangkat lomba dengan menumpang kendaraan umum, makan di warung karena takut uang saku tak cukup, wuh, sakiiiiiittttt rasanyaaaa.... #curhat. Hehehe =D
Karena itulah, pandai-pandai mendekati stake-holder di sekolah atau mencari sponsor untuk mendapatkan dukungan yang dibutuhkan. #Jujur, biasanya untuk bagian ini saya serahkan pada partner saya. Saya ndak pinter “menjilat”. Hahaha..... :D

Selamat mempersiapkan lomba mendongeng..... ^_^