Malam
itu Jumat Kliwon, waktu di mana, kata orang, banyak lelembut bertebaran di muka
bumi. Ranti tergesa membuka pintu dapur, bersiap menuju kamar mandi kontrakannya
yang terletak di belakang rumah, 20 meter dari dapur dan terpisah oleh sumur.
Ranti berhenti sejenak, mengedarkan pandangan ke arah kebun di belakang rumah yang
terlihat gelap. Letak rumah kontrakan itu tersisih di pojok gang dan tak ada
rumah lagi di sebelahnya. Rumah tua yang sudah agak reot. Kontras sekali dengan
rumah Pak Sahlan, sang empunya kontrakan, yang tinggal di rumah mewah di mulut
gang, di tepi jalan raya.
Mengingat
Pak Sahlan membuat bulu kuduk Ranti berdiri seketika. Orang bilang, laki-laki
tua yang kaya raya itu memelihara pesugihan ular. Awalnya Ranti tak percaya,
tapi bila mengingat ia seringkali melihat ular di sekitar kontrakan, dan Pak
Sahlan yang hidup mewah sedangkan ia tak pernah terlihat secara formal bekerja,
keyakinannya agak goyah juga. Memang benar Pak Sahlan memiliki beberapa rumah
yang dikontrakkan, tapi apa mungkin bisa hidup semewah itu dengan mengandalkan
uang hasil sewa rumah yang murah meriah.
Sejenak
Ranti menarik nafas di pintu dapur, menepis segala prasangkanya. Setengah
berlari Ranti menuju ke kamar mandi. Tapi, brukkkk. Kakinya terantuk sesuatu di
dekat sumur. Ranti tersungkur.
Ranti
mengaduh, menengok ke arah benda yang membuat kakinya tersandung. Sesuatu yang
semula terlihat hitam itu lama-lama terlihat jelas di bawah remang lampu dapur yang
menerobos ke luar. Ular. Ya, ular. Besar. Sangat besar. Lingkar tubuhnya
kira-kira sebesar betis suaminya yang gemuk. Tubuhnya bercorak kecoklatan
seperti batik. Sendi-sendi Ranti terasa lemas seketika. Ingatannya kembali pada
kisah Pak Sahlan yang ia dengar dari beberapa tetangga.
Ranti
nanar mencari sesuatu untuk mengusir ular itu. Ular besar itu melingkarkan
tubuhnya, kepalanya terangkat perlahan. Ranti meraih apa saja yang ada di
dekatnya. Hanya ada sikat WC tergeletak di dekat sumur.
“Hush!
Hush! Pergi!” Ranti mengayunkan sikat WC ke arah ular itu.
Alih-alih
pergi, ular itu mendongakkan kepalanya ke arah Ranti. Pertanda siap menyerang. Ranti
mundur dan berdiri. Ular itu menjulurkan lidahnya. Mengayun-ayunkan kepalanya
ke arah Ranti. Ranti mengangkat sikat WCnya tinggi-tinggi. Mundur lagi. Ular besar itu
maju pelan-pelan ke arahnya. Kepalanya masih terangkat. Lidahnya
menjulur-julur, suaranya mendesis. Ranti terus mundur, dan ular itu terus maju.
Mulut Ranti komat-kamit membaca ayat kursi, berharap ular besar itu lenyap dan
mencari mangsa lain.
“Pasti
ular jejadian, mungkin benar pesugihan!” kata hati Ranti. Ia belum pernah
melihat ular besar itu di sekitar rumahnya. Ular yang sering ditemukan suaminya
paling besar sepanjang gagang sapu ijuk.
Ranti
menyerah, ia melempar sikat WC yang dipegangnya ke arah ular itu dan segera membalikkan
badan. Ranti berlari memutari sumur, menuju dapur. Kakinya menabrak apa saja
yang menghalangi jalan. Ranti tak peduli. Ia terus berlari. Kakinya kembali
tersungkur di dekat pintu dapur. Segera Ranti beranjak bangkit. Terlambat. Ular
itu terlalu dekat dan telah membelitkan tubuhnya di kaki Ranti. Ranti berteriak
sekuat tenaga. Ular itu terus membelit. Semakin kuat. Remuk rasanya
tulang-tulang Ranti. Tangan dan kakinya meronta berusaha melepaskan ular hitam
itu. Ular itu terus membelit. Dan Ranti semakin berteriak. Tapi suaranya
tercekat di tenggorokan. Ular itu membelit leher Ranti. Ranti tercekik,
nafasnya tersengal. Tangannya masih meronta-ronta.
“Pak,
bangun, Pak.” Irfan terbangun karena mendengar suara ribut. Aditya, suami Ranti, yang
tertidur di kamar anaknya menggeliat dengan malas. Tapi kemudian melompat dari
tempat tidur demi mendengar seseorang berteriak tertahan di tengah malam.
Mereka
bergegas menuju ke arah Ranti yang meronta-ronta. Tangannya menarik-narik benda
berwarna kecoklatan yang membelit tubuhnya.
“Ibuuu....”
Aditya dan Irfan berteriak bersamaan mendekati Ranti. Mata Ranti terbelalak.
Tangannya masih meronta. Nafasnya tersengal.
“Makanya,
kalo tidur baca doa dulu. Biar ndak
ngigau.” Ujar Aditya sambil melepaskan selimut batik coklat yang membelit
tubuh Ranti. Sambil nyengir, Irfan beranjak
mengambilkan air minum untuk ibunya yang baru saja terbangun dari mimpi.
FF ini dimuat juga di www.sambui.com
FF ini dimuat juga di www.sambui.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar