Laman

Rabu, 13 Maret 2013

Perempuan-Perempuan Hebat Itu.... Inspirasiku. (1)

Tentang Ma'e

Aku rindu Ma'e. Sungguh sangat rindu. Sudah satu setengah tahun kini, tak bisa lagi mendengar Ma'e memarahiku saat terlalu sibuk dengan handphone dan kurang mengawasi si kecil Alfan. Tak bisa lagi menuntun Ma'e saat hendak ke kamar mandi atau ke luar rumah. Tak dapat lagi menyuapi Ma'e bila makan, dengan bonus omelan kalau suapannya terlalu besar atau kurang kuah. Rindu membantu Ma'e ketika hendak buang hajat. Kangen memijit badan Ma'e yang sering terasa pegal, dengan hadiah marah bila terlalu kuat memijit. Ma'e lebih suka pijitan yang setengah mengelus, karena cairan di bawah kulitnya membuat badan Ma'e terasa sakit saat dipijit agak kuat.

Aku rindu Ma'e. Rindu petuah-petuah Ma'e yang kini hanya bisa kuingat. Rindu melayani Ma'e yang kini hanya bisa kusesali karena dulu kurang berbakti. Rindu menyenangkan Ma'e yang kini hanya bisa kuhadiahkan lewat doa yang ku tak tahu terkabul atau tidak karena tumpukan dosaku. Aku rindu memapah Ma'e ke kursi di depan rumah untuk berjemur, lalu mengelus kakinya yang bengkak. Aku rindu nafas dan keringat Ma'e yang berbau amonia. Aku rindu merawat luka di kaki Ma'e, yang seringkali berbonus erangan dan omelan lirih dari bibirnya yang syahdu. Aku rindu, sangat rindu.

Masih kuat dalam ingatan, Ma'e semasa sehat adalah seorang perempuan tangguh yang tak pernah sekalipun mengeluhkan uang pada Bapak. Ma'e mendampingi Bapak selama tiga puluh tahun tanpa protes. Membantu Bapak berdagang Apapun yang ada di tangan Ma'e jadi uang. Menjahit, membordir, memasak, membuat roti dan kue, mengatur keuangan, mengurusi anak-anak, berdagang, belanja dagangan di Pasar Turi, Pasar Klewer, ke Jakarta, Surabaya, Solo, kemanapun sendiri. Dan pulang dengan berkarung-karung barang dagangan, menemui suami dan anak-anaknya di yang telah menunggu di tepi jalan raya dengan senyum di wajah lelahnya. Melayani Bapak dan kami anak-anaknya di rumah seolah beliau tak capek bekerja setelah bepergian jauh.

Ma'e adalah ibu, koki, perawat dan pendamping orang-orang sakit, pedagang, penjahit, organisator pengajian, aktivis fatayat dan muslimat NU,segalanya bagi suami, anak-anak dan lingkungannya. "Hiduplah dengan menebar manfaat, semoga singkatnya umur kita  jadi jembatan menuju surga," kalimat itu senantiasa terpatri dalam hati kami, anak-anak Ma'e. Entah mampu atau tidak diri ini menjadi sepertinya; Ma'e yang berdagang apa saja (mulai dari makanan, sembako, pakaian, alat-alat rumah tangga, hingga alat-alat jahit), mengasuh anak-anak tanpa pembantu, menjahit, aktif dalam beberapa pengajian putri, PKK, dan dua organisasi kewanitaan NU, hingga menjadi pendamping dan perawat bagi orang-orang yang sakit, --dengan sukarela tanpa dibayar--, tetapi tak sedikitpun melalaikan kewajibannya sebagai istri dan ibu bagi anak-anaknya. Semoga saja bisa menjadi setangguh beliau. :-)

Ma'e adalah perempuan perkasa yang kukenal sejak lahir. Tiada duanya, dan tiada gantinya bagiku. Aku belum pernah mendengar beliau mengeluhkan kepala pusing, badan sakit atau pegal, sampai menjelang akhir hayatnya ketika uremic dan cairan ginjalnya menyebar ke seluruh tubuh, memenuhi parunya, menyesakkan nafasnya, menghajar setiap sendi tulangnya. Saat itulah beliau baru mulai mengeluh, seperti memberi sinyal pada kami anak-anaknya untuk lebih berbakti sebelum terlambat beliau pergi.

Sampai saat terakhir menjelang wafatnya, beliau tidak pernah meninggalkan sholat. Isya itu terakhir kali beliau melaksanakan kewajibannya menyembah Rabbnya dengan sholat telentang di atas tempat tidur, infus di tangan, selang oksigen terpasang di hidung. Dzikirnya tak putus sampai nyawa tercabut dari raga. Ma'e, khusnul khotimah fainsyaallah alaiki.

Andai masih bisa, aku ingin mencium kakinya memohon maafnya atas semua salah dan dosaku padanya. Atas ketidak baktianku padanya. Atas banyak salah dan dosaku padanya. Tapi kini tak bisa lagi. Hanya taubat dan sujudku pada Ilahi Rabbi, semoga dosa-dosaku padamu, dan padaNya masih diampuni. :'-(
Ma'e.... Kapan kita bisa bertemu lagi? Meski hanya dalam mimpi. Anakmu rindu sekali.

Rembulanku
Aku mencari sinarmu kini
Saat pelita yang kubawa terlampau redup untuk menerangi jalanku
Rembulanku
Sinar mentari terlampau terik membakar kulitku
Aku merindukan malam-malam bersamamu
Rembulanku
Andai kau masih bisa kembali
Akan kutambatkan lembut cahayamu dalam hati terdalam
Agar damai hidup kutempuh
Agar jalanku tak lagi kelam
Rembulanku
Aku merindukamu

Teriring doa untukmu, Bunda.
اللهم أغفر لها وارحمها و عافها و ا عفو عنها

in memoriam المرحومة Ibundaku Sunarti, 14 April 1962 - 29 Oktober 2011

7 komentar:

  1. Aamiin...ihiks, jadi ikut sedih, ingat ibu di Cirebon. nice sharing mbak...

    btw, saran ya mbak, untuk font tulisan, baiknya diganti yang lebih enak dan jelas dibaca...biar tambah betah jika ada yg berkunjung...saya juga masih belajar nulis di blog :-)

    BalasHapus
  2. ibu, bunda, emak, mama umi, apapun sebutannya selalu menghadirkan inspirasi baru. . mbk nunung , mau juga dunk diajari nulis di blog

    BalasHapus
    Balasan
    1. Apapun sebutannya, melati tetap wangi ya Mbak.... terima kasih sudah mampir.... ^_^

      Hapus
  3. mengharukan, dan menginspirasi. makasih mbak sudah berbagi :)

    BalasHapus
  4. Sama-sama.... Terima kasih sudah mampir Mbak Diah.... ^_^

    BalasHapus
  5. Kalimat2nya indah, mengharukan jadi kangen Ma'e ku

    BalasHapus